
Feri Firmansyah
KEPINDAHAN gelandang Persib Bandung, Eka Ramdani, ke Persisam Putra Samarinda untuk musim kompetisi 2011/2012, sebenarnya bukan masalah besar dalam dunia sepakbola profesional. Di tubuh Persib sendiri Eka bukanlah orang yang pertama kali melakukannya. Menjelang Musim Kompetisi 2011/2012 saja, tiga permain Persib lainnya, striker Cristian 'El Loco' Gonzales, Dias Angga Putra, dan Johan Yoga Utama, bahkan lebih dahulu hengkang. Alasannya beragam, sekalipun intinya sama, tak mau lagi bermain bersama, berbagi bola dengan para "maung".
Tapi, apa mau dikata, sebagai penggemar bola yang juga tak mau dibilang tak "profesional", kita juga sulit untuk memaksa agar semua pemain yang dulu membela Persib selamanya loyal terhadap klub yang dibelanya itu. Pembentukan loyalitas pemain terhadap klubnya, dalam banyak sisinya memang susah-susah mudah. Urusannya tak cuma kenyamanan materi, tapi juga kenyamanan hati.Soal kenyamanan materi, mungkin tak begitu sulit, terlebih bagi klub-klub kaya. Yang penting ada kesepakatan harga maka loyalitas yang diinginkan itu ada. Cukup sebut harga, lalu tawar menawar.Namun, berbeda dengan kenyamanan materi, soal kenyamanan hati jauh lebih sulit karena parameternya tak pernah jelas, samar dan kerap menipu. Pemicunya kadang juga tak jelas. Mulai dari soal hubungan antarpersonal, manajerial yang tak tertata, ketidakpastian kontrak, tak berimbangnya reward dan punishment, tak pernah jelasnya keputusan, hingga soal leadership yang jika semuanya dipreteli akan beranak-pinak semakin banyak, semakin remang-remang.Padahal, dalam banyak sisinya hati adalah penentu dan lebih memiliki pengaruh dibanding kenyamanan materi yang mungkin bisa ditawarkan. Sementara logika hanyalah apa yang kita buat dan kita cari sebagai sebuah pembenaran, sekadar untuk membuat keputusan bertahan atau hengkang tersebut terasa jadi masuk akal.Dalam pernyataannya tak lama setelah tiba di markas tim yang dijuluki Pesut Mahakam di Stadion Segiri, Senin (19/9) malam, Eka Ramdani sendiri mengaku bahwa masalah kontrak bukan alasan utamanya memilih keluar dari kubu Persib. Kapten Maung Bandung itu hanya menyebut ada persoalan intern dengan pihak manajemen. Tapi, apa persoalan tersebut, tak pernah ia jelaskan.Satu-satunya titik terang adalah pernyataannya sehari kemudian bahwa pilihannya semata-mata untuk peningkatan karier. Eka mengaku ia hanya ingin bermain dengan klub yang benar-benar membutuhkan tenaganya. Ternyata itu, selama di Persib Eka merasa tak dibutuhkan.Dengan risiko jauh dari keluarga, keputusan Eka untuk ke Samarinda, Kalimantan Timur, tentu tak ia ambil begitu saja, tapi melalui proses. Ini berarti, ketidaknyamanan hati yang Eka rasakan sebenarnya telah terjadi lama, terus berulang, buntu, dan membuatnya menjadi frustrasi. Dan, Eka, barangkali bukan satu- satunya yang merasakan itu. Adanya proses panjang yang mendahului keputusan Eka mundur dari Persib, secara tak langsung sempat dibenarkan pula Manajer Persib, H Umuh Muhtar, belum lama ini. Menurut Umuh, selama ini ia sudah bekerja keras untuk mempertahankan pemain yang akrab disapa Ebol itu di dalam skuadnya. "Saya harus ngomong apa lagi, padahal segala keinginannya sudah saya penuhi. Saya sudah bekerja keras mempertahankan dia. Ini membuat saya menjadi serba salah," ujarnya saat itu. Jika manager sekelas Umuh saja sudah merasa serba salah, bisa kita bayangkan betapa peliknya persoalan yang sesungguhnya terjadi di balik ini. Padahal, jika persoalanannya tak segera diatasi dengan langkah-langkah yang konkret, berani, tegas, namun penuh kasih, akan selalu ada Eka-Eka yang lain karena soal akan terus berulang. Persoalan Eka, adalah ujian bagi kepemimpinan Umuh yang tentu saja tak mudah karena Umuh bukan satu- satunya pengambil kebijakan.Bagi Eka sendiri, keputusan ini mungkin memang harus ia buat. Sebab, bagaimana pun, hengkang adalah lebih baik dibanding dengan terpaksa mengkhianati profesinya sendiri dengan tetap di Persib tapi tidak pernah bisa bermain maksimal. Padahal, seburuk- buruknya pengkhianatan pemain bola adalah pengkhianatan terhadap profesi yang sedari awal telah dipilihnya. Selamat berjuang di tanah baru. Semoga Tuhan memberi keberhasilan bagi yang pergi, juga bagi yang tetap memilih tinggal dengan beragam alasannya. (*)